Senin, 13 Juni 2011

PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN FISIK


Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik
Dasar

Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen:
1.      wawancara dan riwayat kesehatan;
2.      pengamatan umum dan pengukuran tanda-tanda vital; dan
3.      pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi temuan klinis, diagnosis,
Terapi dan tindak-lanjut. Biasanya, farmasis tidak melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh,tidak seperti profesional kesehatan lainnya (yaitu dokter, asisten dokter, perawat). Walaupun demikian, sangatlah penting bagi farmasis untuk mengenal pemeriksaan fisik terutama prinsipprinsipnya,metode, dan data yang diperoleh karena farmasis secara rutin menggunakan data pasien selama melaksanakan pekerjaan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada pasien.
Bab ini membahas pemeriksaan fisik, yang merupakan komponen pengkajian kesehatan
yang bersifat obyektif. Karena tidak perlu bagi seorang farmasis untuk menjadi sangat terampil secara teknis melakukan pemeriksaan fisik, pembahasan pada bab ini akan menfokuskan pada prinsip-prinsip dasar pemeriksaan, situasi, metode umum, dan peralatan. Pertimbanganpertimbangan khusus pada pemeriksaan fisik seorang individu dari suatu populasi khusus (misalnya pediatrik, geriatrik, dan pasien hamil) juga akan didikusikan.

Prinsip dasar pemeriksaan fisik

Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status
kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk mengidentifikasi
status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi
DAFTAR ISTILAH
• Auskultasi
• Inspeksi
• Palpasi
• Perkusi
Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009
40
bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuantemuan
klinis yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu. Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, rekam medis terdiri dari informasi subyektif dan obyektif. Informasi subyektif yang baru akan diperoleh dari hasil wawancara pasien dan riwayat kesehatan. Informasi subyektif akan membuat pemeriksa waspada mengenai area apa yang harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi lebih lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus diingat bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan fisik selalu abstrak. Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan memperkuat,memvalidasi dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat yang sama, temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih lanjut selama pemeriksaan.
Tidak ada yang absolut mengenai metode yang digunakan dan sistem yang harus dicakup dalam suatu pemeriksaan fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala, data fisik dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri (misalnya, penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisis gejala-gejala). Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu masalah atau abnormalitas tertentu). Pengkajian kesehatan sering dianggap sebagai suatu insiden tersendiri. Namun, saat ini,telah diterima bahwa penapisan atau pemantauan kesehatan terkait-usia harus dilakukan secara teratur (jika pasien tidak menunjukkan gejala/asimtomatik).Remaja (usia 12-19 tahun) sebaiknya menjalami pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (usia 20-59 tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 5-6 tahun. Pemeriksaan penapisan lainnya, misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, dan sigmoidoskopi, sebaiknya dilakukan secara lebih teratur, seperti yang disarankan pada Pedoman Deteksi Kanker Dini dari American Cancer Society. Orang-orang dewasa yang lebih lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 2 tahun, termasuk serangkaian pemeriksaanpenapisan seperti yang telah dikemukakan di atas.Karena asuhan kefarmasian yang berorientasi pasien mencakup juga tindakan pencegahan masalah kesehatan, farmasis sebaiknya secara rutin mengajukan pertanyaan pada pasien kapan pasien terakhir melakukan pemeriksaan fisik. Pertanyaan demikian harus menitikberatkan pada penapisan spesifik dan pedoman-pedoman pemantauan (misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, kolesterol, dan lain-lain). Farmasis sebaiknya mendorong pasien untuk menemui dokter untuk pemeriksaan fisik menyeluruh. Jika psien tidak melakukan pemeriksaan selama 2 tahun terakhir (untuk pasien >60 tahun). Farmasis juga sebaiknya memberikan penyuluhan/edukasi kepada pasien mengenai penapisan dan pemantauan kesehatan sesuai pedoman.Pemeriksaan penapisan yang teratur sangat penting, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit pertemuan antara pasien dan farmasis yang dilakukan untuk penapisan/skrining kesehatan saja. Kebanyakan pada interaksi farmasis dengan pasien lebih membahas keluhan-keluhan pasien. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai respon terhadap keluhan atau gejala diarahkan untuk mengetahui atau mencegah masalah kesehatan yang potensial dan merupakan interaksi yang terfokus. Ketika memberikan pelayanan/asuhan kesehatan yang berorientasi pasien, farmasis dapat berperan penting dalam menentukan fokus interaksi tersebut untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien yang berkaitan dengan efek pengobatan.

Metode Pemeriksaan

Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan
selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebutsebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa (lihat Bab lain).

INSPEKSI

Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari,
membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai
atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek kefarmasian.

PALPASI

Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk,
konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh. Gambar 4-1 menunjukkan area tangan yang digunakan untuk palpasi untuk membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau
memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal.Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan.
Area tangan yang digunakan untuk palpasi.
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar.
Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.

PERKUSI

Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Tabel 4-1 menunjukkan kualitas dan karakter suara yang keluar pada saat perkusi sesuai dengan tipe dan densitas jaringan dan sifat lapisan di bawahnya. Terdapat lima macam perkusi seperti yang tercantum di bawah ini:
Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per second/cps).
Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi lambat
menghasilkan nada pitch yang rendah.
Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude, makin
keras suara.
Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar.
Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang digunakan
untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek.Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi
diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang
Perkusi jari tak langsung.
Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara.Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang
kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk
toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.

AUSKULTASI

Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung,
pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
Stetoskop.
Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel. Diafragma digunakan
untuk meningkatkan suara yang tinggi-pitch-nya., misalnya suara nafas yang terdengar dari paruparu dan suara usus melalui abdomen dan ketika mendengarkan suara jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan khususnya untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suara-suara gemuruh murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau vena (hums), dan friksi organ. Karena aliran darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat pada beberapa pasien kadang-kadang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, diafragma sering juga digunakan untuk mengukur tekanan darah.
Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli, cenderung meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas pakaian dan tanpa melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini menjadi kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui petunjuk penting mengenai analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan secara berurutan dan menggunakan auskultasi sebagai pemeriksaan terakhir merupakan hal-hal yang esensial. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi dan perkusi; jika tidak demikian, suara mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut akan menghasilkan “suara usus” palsu.
Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.

Persiapan untuk pemeriksaan

Agar interaksi pasien berlangsung efisien dan lancar, penting bagi pemeriksa untuk bersiap-siap sebelum perjumpaan dengan pasien. Langkah-langkan penting pada persiapan ini meliputi hal-hal berikut: mengumpulkan peralatan, menyiapkan tempat, dan menjamin keselamatan pasien.

MENYIAPKAN ALAT

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik komprehensif yang dilakukan oleh seorang dokter umum dapat dilihat pada Gambar 4-6. Farmasis tidak perlu menggunakan seluruh alat tersebut; walaupun demikian akan bermanfaat untuk mengetahui dan mengenal alat-alat umum yang digunakan pada pemeriksaan fisik. Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik menyeluruh adalah:
• Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon pupil terhadap cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial menerangi dada danabdomen dariri sisi samping.
• Penggaris atau meteran,lebih disukai jika menggunakan satuan centimeter, untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit lainnya, abdomen, tinggi fundus dan keliling tangan.
• Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles sesuai aturan Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi tertentu.
• Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika otoskop tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka diperlukan spekulum nasal).
• Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat memeriksa orofaring.
• Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru, jantung dan saluran cerna.
• Palu reflex untuk menguji reflex tendon
• Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam, peniti, kancing dll) Peralatan tambahan yang diperlukan untuk menilai tanda-tanda vital (vital signs) antara lain:
• Thermometer untuk mengetahui temperature
• Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah
• Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk menghitung kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan.
• Skala untuk mengukur berat badan Hampir semua alat sudah tercantum pada daftar di atas. Karena anda harus siap melakukan pemeriksaan terfokus tanpa interupsi, anda harus menyiapkan peralatan dasar (misalnya sfigmomanometer dan stetoskop) tersedia dan mudah dijangkau di ruang praktek Pengaturan yang hati-hati dan konsisten sebelum memulai pemeriksaa akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dan menjamin pemeriksaan selalu dilakukan dengan urutan yang sesuai.

Peralatan yang digunakan selama pemeriksaan fisik:
1) stetoskop,
 2)sphygmomanometer;
 3) palu reflex;
 4) garpu untuk tuning;
 5) garpu untuk tuning;
 6) roda untuk pemeriksaan sensori;
7) kartu untuk memeriksa penglihatan;
8) peak flow meter;
9) thermometer membrane timpani;
10) thermometer merkuri;
11) thermometer elektronik;
12) alcohol pad;
13) bola kapas;
14) sarung tangan sekali pakai;
15), tape measure;
16) specimen cup;
17) otoskop;
18) button (benda tumpul untuk pemeriksaan sensori);
19), kunci (benda tajam untuk pemeriksaan sensori);
20) oftalmoskop; endpiece (dapat diganti dengan otoskop endpiece);
21) triceps skinfold caliper;
22) 51onofilament;
23) pena cahaya;
24), depressor lidah.

MENYIAPKAN TEMPAT DAN KONDISI

Ruang pemeriksaan yang terpisah atau daerah dengan tirai pembatas harus disediakan untuk menjamin privacy dan kerahasiaan (confidentiality). Ruangan tersebut harus cukup hangat.Pencahayaan yang baik dan lingkungan yang tenang merupakan hal yang penting, walaupun kadang-kadang hal ini sulit diperoleh. Usaha untuk memperoleh efek pencahayaan yang optimal dari sinar matahari atau sumber cahaya artificial juga penting. Jika lampu berfluoresensi di atas kepala merupakan sumber cahaya yang tersedia, maka pencahayaan tangensial atau samping juga harus digunakan. Sinar fluoresens menghilangkan semua bayangan permukaan, hal yang memang baik jika anda bekerja di meja tulis, tapi akan menghalangi kemampuan anda memvisualisasi karakteristik permukaan tubuh. Dengan menggunakan sumber cahaya tangensial akan dapat diperoleh pandangan anatomi tubuh yang lebih baik misalnya untuk melihat adanya benjolan, pulsasi atau lesi kulit. Pena cahaya, lampu yang bisa ditekuk tangkainya, atau senter merupakan alat-alat yang paling sering digunakan untuk memvisualisasi tubuh.

MENJAMIN KEAMANAN PASIEN
Hal-hal/langkah-langkah standard

Selama pemeriksaan fisik, lakukan langkah-langkah untuk menjamin keamanan pasien dan anda sendiri terhadap transmisi penyakit yang dapat menyebar melalui darah dan untuk mencegah komtaminasi-silang. Cairan tubuh yang dianggap bersifat infeksius atau dapat menyebarkan infeksi antara lain ludah/saliva, darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan amnion, cairan pericardia dan peritonela, cairal pleura dan simovial. CDC telah menetapkan pedoman langkah-langkah yang harus diikuti untuk membantu mencegah penularan penyakit infeksi selama pemeriksaan fisik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar